Dua minggu,blangkejern-takengon masih terputus

Dua Minggu, Blangkejeren-Takengon Masih Terputus Kamis, 9 Oktober 2014 11:40 Share Tweet Salah satu titik longsor di lintas Gayo Lues-Takengon (Km 110) yang direkam tim IOF Aceh beberapa hari lalu. Hingga Rabu (8/10) material longsoran belum berhasil dibersihkan bahkan kondisinya semakin parah karena intensitas hujan semakin tinggi sehingga timbunan longsor bertambah banyak. * Beralihlah via Babahrot atau Lokop BLANGKEJEREN - Rute Blangkejeren-Takengon dan sebaliknya masih terputus, akibat material longsor di kawasan Tangsaran, Kecamatan Pantan Cuaca, Gayo Lues (Galus), belum berhasil dipindahkan, sehingga jalur nasional itu masih terganggu. Berdasarkan laporan sejumlah sopir angkutan Blangkejeren-Takengon-Banda Aceh di Terminal Blangkejeren, Rabu (8/10) kemarin, karena jalur Galus-Takongan masih putus, sehingga perjalanan ke Takengon atau Banda Aceh terpaksa ditempuh via Medan, Sumatera Utara. Sebagaimana diketahui, longsor di Tangsaran itu terjadi 25 September. Sudah dua minggu, tapi rute Blangkejeren-Takengon itu masih dipenuhi tumpukan material longsor berupa bebatuan gunung, lumpur, dan batang kayu. “Diperkirakan baru berhasil disingkirkan dalam beberapa pekan ke depan,” kata Sopian, sopir, di Terminal Blangkejeren. Menurutnya, karena arus transportasi dari Galus ke Takengon dialih via Berastagi-Medan, sehingga ongkos mopen naik. Dari Blangkejeren-Banda Aceh sebelumnya Rp 180.000/penumpang kini Rp 280.000. Begitu juga ke Takengon, sebelumnya Rp 100.000 kini Rp 230.000 dan ke Bener Meriah sebelumnya Rp 120.000 kini Rp 210.000. Ini karena jarak tempuhnyha lebih jauh. Tapi, meski lintasan itu masih terputus, sejumlah penumpang dari Galus ke Takengon dan Bener Meriah masih menyukai rute yang tertimbun longsor itu. Mereka tak keberatan berjalan kaki ratusan meter melintasi titik longsor di Tangsaran yang sebetulnya berbahaya. “Masih banyak warga Galus yang hendak ke Takengon dan Bener Meriah memilih lintasan Blangkeren-Ise-Ise yang sedang tertimbun longsor. Mereka memilih berjalan kaki melalui jalan setapak yang ada di kawasan Tangsaran untuk melewati tumpukan material longsor, meskipun medannya cukup berbahaya,” kata Sopian. PPTK dari PPK-8 (Projabam), Emi Efendi, kepada Serambi, Rabu (8/10) petang mengatakan belum bisa menargetkan sampai kapan material longsor itu baru berhasil dibersihkan, sehingga arus transportasi kembali normal. “Kita tak mau berandai-andai seperti beberapa waktu lalu, sebelum melihat langsung perkembangan terakhir di lokasi,” katanya. Sedangkan Direktur Robby Karya Blangkejeren, Anwar, kepada Serambi mengaku, meskipun rute dari Galus dialih via Medan untuk tujuan Banda Aceh, Takengon, dan Bener Meriah, tapi ada sekitar 16 unit mopen Robby Karya yang melintasi setiap harinya. Namun, dari perusahaan Robby tetap melayani rute Blangkejeren-Takengon melalui lintasan Tangsaran yang sedang tertimbun longsor. Menurutnya, bisa jadi penumpang yang memilih rute Blangkejeren- Tangsaran Ise-ise dengan berjalan kaki melintasi jalan yang sedang tertimbun longsor, karena tujuan dia tidak sampai ke Takengon maupun Bener Meriah. Kemungkinan mereka hanya sampai di Desa Lumut, Owak, dan Isaq di Kecamatan Linge, sehingga si penumpang tetap memilih rute tersebut. “Atau si penumpang punya alasan lain, misalnya, untuk menghemat ongkos,” ujar Anwar. Upaya Bina Marga Aceh bersama rekanan yang sedang membersihkan meterial longsor yang menimbun badan jalan sepanjang 100 meter di Km 110+750-850 itu, hingga kemarin belum selesai. “Soalnya di lokasi hujan terus, sehingga volume tanah longsor yang jatuh ke badan jalan tambah banyak,” ungkap Kepala Dinas Bina Marga Aceh, Ir Anwar Ishak kepada Serambi di ruang kerjanya, Rabu (8/10). Saat diwawancarai, Anwar didampingi Kabid Darat Yulian, Kabid Perencanaan Edy Mufizal, Sekretaris Bakauddin, dan sejumlah pejabat pelaksana teknis kegiatan (PPTK) proyek jalan lintas tengah. Kepala Dinas Bina Marga Aceh itu menjelaskan, meski jalur Blangkejeren-Takengon sampai kini belum bisa dilalui kendaraan bermotor, tapi masyarakat Blangkejeren yang ingin pergi ke Banda Aceh atau sebaliknya, melalui jalur alternatif. Pertama, via Berastagi-Medan. Jalannya sedikit bagus, tapi waktu tempuhnya lama, 20-24 jam. Kedua, melalui Simpang Besar Peureulak-Lokop-Pinding-Blangkejren. Waktu tempuhnya lebih pendek, hanya 13 jam. Ketiga melalui Simpang Babahrot, Abdya-Tongra-Terangon -Blangkejeren, Gayo Lues. Waktu tempuhnya sama melalui Simpang Besar Peureulak, hanya 13 jam. Untuk jalur kedua, yaitu dari Simpang Besar Peureulak-Lokop- Peunaron-Pinding-Blangkejren yang panjang jalannya sekitar 170 km, pengendara sepmor maupun mobil, harus menyeberangi empat sungai dangkal dan bisa dilalui mobil. Kondisi jalannya banyak yang datar. Tapi, untuk jalur ketiga, yaitu melalui Simpang Babahrot, Abdya- Tongra-Terangon-Blangkejeren, badan jalan yang belum diaspal sekitar 38 km lagi dari 119 km badan jalan yang sudah ada. Namun, kondisi badan jalannya banyak mendaki. “Saat musim hujan seperti ini, kalau mau tidak tersangkut di jalan belumpur, lebih baik menggunakan mobil dua gerdang, seperti mobil double cabin,” ungkap PPTK jalan lintas tengah, Said Anwar Fuadi. Jalur Babahrot-Blangkjeren, ungkap Said, sudah sering dilalui minibus L300 jurusan Blangpidie-Blangkejeren. Bahkan jika tak hujan, banyak penggalas (mugee) ikan dari Abdya menjajakan ikan ke Blangkjeren. Menurut Anwar Ishak, untuk memaksimalkan arus tranportasi di jalur lintas tengah itu, pihaknya pada tahun ini telah memprogramkan peningkatan jalan di lintas tengah. Untuk ruas Simpang Besar Peureulak-Lokop-Pinding Blangkejeren, ada dua paket peningkatan dan pelebaran badan jalan yang akan dikerjakan tahun ini. Untuk paket pertama Peureulak-Lokop, dialokasikan anggaran Rp 35 miliar. Proyek ini dikerjakan PT Agra Wisesa Widyatama. Paket kedua, jalan Blangkejeren-Pinding, dialokasikan anggaran Rp 35 miliar. Paket ini dikerjakan PT Medan Smart Jaya. (c40/her)

Komentar