BALAIKOTA - Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta, terus melakukan berbagai upaya untuk menangani kemacetan. Salah satunya dengan mewacanakan, membangun jalur moda transportasi massal layang tiga tingkat. Yaitu membuat jalur transportasi dengan jaringan rel kereta api tiga tingkat. Hal tersebut dikatakan oleh Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok. Ia pun membuat perumpamaannya dengan bangunan rumah, yang mengalami keterbatasan lahan. "Kamu sekarang punya rumah, tanahnya sama, pasti bikin dua lantai. Sekarang jalan dibuat dua atau tiga tingkat, dengan jalan yang sama, tetap penuh juga dengan jumlah mobil yang banyak. Karena itu, kita mau ubah bangun dua lantai khusus kereta api itu idenya. Kalau kamu bangun jalan lagi sama aja, penjualan motor saja bisa 2,4 juta unit setahun," kata Ahok, di Balai Kota, Jalan Medan Merdeka Selatan, Jakarta Pusat, Senin (6/7/2015). Rencananya, perlintasan tiga tingkat kereta api itu, akan digunakan untuk tingkat paling bawah oleh mass rapid transit (MRT), lalu tingkat dua untuk kereta rel listrik (KRL), sedangkan, tingkat tiga atau jalur layang untuk light rail transit (LRT). Namun, dengan pembangunan perlintasan tiga tingkat itu, diprediksi akan terjadi kemacetan. Ahok, pun tidak memungkiri kemacetan akan terjadi jika pemmbangunan dilakukan. "Macet ya pasti macet. Tapi minimal kalau mau naik kereta kamu nggak macet. Kaya orang Bekasi kalau ada kereta tepat waktu, tiap 10 menit ada pasti naik kereta api. Tapi sekarang kan nggak jelas datangnya nunggunya lama, coba gerbongnya lebih banyak," katanya. Bawah Tanah Sementara itu, Pengamat Perkotaan, Nirwono Joga, mengatakan, bahwa seharusnya pembangunan jalur transportasi di Jakarta mulai dilakukan di bawah tanah. Pasalnya, saat ini, pembangunan untuk jalan layang kerap terkendala lahan. "Memang secara konstruksi, tidak ada yang nggak mungkin untuk bangun jalur tiga tingkat. Secara RTRW (Rencana Tata Ruang Wilayah), harusnya pembangunan kita didorong ke dalam tanah. Karena saat ini, kita keterbatasan lahan," kata Nirwono Joga, ketika dihubungi Warta Kota, Senin (6/7/2015). Pembangunan jalur transportasi di bawah tanah itu, lanjut Joga, saat ini juga sudah marak dilakukan di negara Jepang, Korea, dan Amerika Serikat. Pasalnya, dengan kondisi lahan Jakarta yang semakin minim, tidak memungkinkan untuk pembangunan jalan layang. "Jika pembangunan di bawah tanah, tidak akan mengalami masalah keterbatan. Secara visual juga tidak akan mengganggu. Dibandingkan jika pembangunan jalur layang, nanti semakin sumpek. Bayangkan, jika di sekitar gedung-gedung tingkat itu, banyak jalur transportasi yang melintas, akan semakin menambah tingkat kestressan warga, karena akan selalu melihat kemacetan," katanya. Namun, lanjut Joga, seharusnya sebelum mengeksekusi rencana tersebut, sebaiknya, Pemprov memaksimalkan terlebih dahulu transportasi yang ada saat ini. "Lebih baik tuntaskan saja dulu seluruh koridor bus TransJakarta. Lalu armada bus TransJakarta juga ditambah," katanya. Rencana Pembangunan Tujuh Koridor LRT 1. Kebayoran Lama-Kelapa Gading (21,6 km) 2. Tanah Abang-Pulo Mas (17,6 km) 3. Joglo-Tanah Abang (11 km) 4. Puri Kembangan-Tanah Abang (9,3 km) 5. Pesing-Kelapa Gading (20,7 km) 6. Pesing-Bandara Soekarno-Hatta (18,5 Km) 7. Cempaka Putih-Ancol (10 km)
Komentar
Posting Komentar